KEMACETAN DI KOTA BANDUNG
oleh: Bimo Adriawan
oleh: Bimo Adriawan
![]()  | 
| Kemacetan di Pasteur | 
Kota  senantiasa berkembang seiring dengan kemajuan zaman. Heterogenitas yang  merupakan unsur pembangun kota memungkinkan kemajuan itu terjadi. Kota  Bandung adalah salah satu kota yang terus berkembang dari waktu ke  waktu. Kemajuan suatu kota saat ini dapat diukur melalui Indeks  Pembangunan Manusia (IPM). Indikator IPM ada tiga, yaitu ekonomi,  kesehatan, dan pendidikan. Ketika ketiga aspek IPM tersebut menunjukan  kemajuan ternyata ada sesuatu yang statis.
Kota  Bandung sebagai ibukota propinsi Jawa Barat mengalami hal itu. Sebagai  gambaran, tahun 1999, IPM Kota Bandung mencapai angka 70.7 paling tinggi  diantara kota dan kabupaten lain di Jawa Barat. Angka tersebut  diproyeksikan terus meningkat pada tahun-tahun berikutnya. Namun,  peningkatan indeks tidak serta merta menghapuskan permasalahan yang umum  terjadi di kota-kota besar, yaitu kemacetan.
Indeks  pembangunan yang tinggi seharusnya seharusnya ditunjang oleh kelancaran  lalu lintas untuk mempermudah mobilitas penduduk. Kemacetan tentu saja  menghambat mobilitas penduduk. Guna menguraikan permasalahan ini, tentu  perlu diketahui faktor apa saja yang menjadi menyebabnya. Lalu, akibat  apa yang ditimbulkan kemacetan, dan yang terakhir solusi apa yang telah  ditempuh oleh pemerintah.
I. Faktor Kemacetan
Kemacetan  adalah akibat. Penting sekali untuk mengetahui faktor apa saja yang  menjadi penyebabnya. Berdasarkan penuturan dari Kepala Dinas Perhubungan  Kota Bandung, Prijo Soebiandono terdapat 32 penyebab kemacetan.  Diantara kesemuanya itu, penyebab utamanya antara lain:
a. Parkir di badan jalan
Bandung bisa dikatakan kurang memiliki lahan parkir. Berdasarkan buku Bandung Dalam Angka kondisi  lahan parkir cenderung bertambah, tetapi tetap tidak mampu mencukupi  kebutuhan parkir sehingga badan jalan pun dijadikan sebagai tempat  parkir.
Pada tahun 2003 tercatat ada 208 lahan parkir yang tersebar di tujuh wilayah, dengan rincian sebagai berikut
| No | Wilayah | Jumlah Lahan Parkir | 
| 1 | Bojonegara | 42 | 
| 2 | Cibeunying Barat | 22 | 
| 3 | Cibeunying Timur | 72 | 
| 4 | Tegallega | 22 | 
| 5 | Karees | 30 | 
| 6 | Ujung Berung/Gede Bage | 4 | 
| 7 | Pasar | 16 | 
| TOTAL | 208 | |
| No | Wilayah | Jumlah Lahan Parkir | 
| 1 | Bojonegara | 48 | 
| 2 | Cibeunying Barat | 23 | 
| 3 | Cibeunying Timur | 71 | 
| 4 | Tegallega | 31 | 
| 5 | Karees | 31 | 
| 6 | Ujung Berung/Gede Bage | 4 | 
| 7 | Pasar | 14 | 
| TOTAL | 222 | |
Pada buku publikasi, Bandung Dalam Angka 2005 jumlah lahan parkir meningkat. Peningkatan sebesar 7% disebabkan oleh  peningkatan jumlah lahan parkir di beberapa wilayah. Di wilayah  Bojonegara jumlah lahan parkir bertambah enam lahan, Cibeunying Utara  satu lahan, Tegallega bertambah cukup banyak yaitu delapan lahan, Karees  satu lahan. Sementara Cibeunying Timur kehilangan satu lahan parkir dan  wilayah Pasar berkurang dua lahan parkir. Wilayah Ujung berung/Gede  Bage tetap dengan jumlah empat lahan parkir.
Pada tahun 2007, lahan parkir yang tersedia lebih sedikit dari tahun 2005.
| No | Wilayah | Jumlah Lahan Parkir | 
| 1 | Bojonegara | 44 | 
| 2 | Cibeunying Barat | 24 | 
| 3 | Cibeunying Timur | 70 | 
| 4 | Tegallega | 31 | 
| 5 | Karees | 35 | 
| 6 | Ujung Berung/Gede Bage | 1 | 
| 7 | Pasar | 13 | 
| TOTAL | 218 | |
Penurunan  terjadi sekitar 2% disebabkan oleh berkurangnya lahan parkir di  berbagai wilayah. Bojonegara berkurang empat lahan parkir, Cibeunying  Timur satu lahan, Ujung Berung/Gede Bage tiga lahan, dan Pasar satu  lahan. Sementara itu wilayah Cibeunying Barat bertambah satu lahan,  Karees empat lahan, dan Tegallega tetap.
Kehilangan  empat lahan parkir pada 2007 sangat merugikan, karena berakibat pada  berkurangnya lebar jalan karena badan jalan dipakai untuk parkir.  Alhasil jalan pun tidak bisa digunakan seluruhnya, terjadi penyempitan  jalan. Pada tahun 2010, menurut Prijo terdapat sekitar 128 titik badan  jalan yang menjadi tempat parkir liar.
![]()  | 
| Grafik Lahan Parkir 2003-2007 | 
b. Pedagang Kaki Lima
Sektor  informal ini lahir seiring dengan perkembangan kota. Datangnya para  urbanit yang tidak memiliki kemampuan mendukung pertumbuhan pedagang  kaki lima (PKL). PKL tidak memiliki tempat khusus untuk berdagang.  Mereka memanfaatkan badan jalan sehingga jalan tidak bisa digunakan  sepenuhnya. Kondisi ini juga membuat para pemilik kendaraan turut  memarkirkan kendaraan mereka di badan jalan, seperti dijelaskan di atas. 
![]()  | 
| Pedagang Lima | 
c. Pasar tumpah
![]()  | 
| Penyempitan Ruas Jalan Akibat Pasar Tumpah | 
d. Angkutan Kota
![]()  | 
| Angkutan kota dituding sebagai biang kemacetan | 
Namun, menaikkan dan menurunkan penumpang tidak serta merta kesalahan supir. Kondisi demikian tercipta karena permintaan dari penumpang. Seringkali penumpang menggerutu apabila supir tidak memberhentikan angkotnya karena si supir berusaha menaati rambu lalu lintas. Jadi, mentalitas penumpang juga harus dibangun kembali supaya dapat mengerti dan memahami aturan lalu lintas.  
e. Pembangunan ruas jalan tidak sesuai peningkatan volume kendaraan
Penyebab ini merupakan penyebab yang  umum. Hampir semua wilayah perkotaan di Indonesia mengalaminya.  Pembangunan dan perbaikan infrastruktur  begitu minim, sedangkan volume  kendaraan baru meningkat begitu pesat. Ketidakseimbangan ini  mengakibatkan volume kendaraan tidak sebanding dengan jalan, yang  akhirnya menimbulkan kemacetan.
Pada tahun 2003, panjang jalan  keseluruhan di Kota Bandung mencapai 1.103.71 km. Panjang jalan tersebut  bertambah menjadi 1.221.69 km pada tahun 2005, dan tahun 2007 bertambah  lagi menjadi 1.230.230 km.
![]()  | 
| Jumlah Kendaraan > Luas Jalan | 
Namun, peningkatan panjang jalan  berbanding lurus dengan panjang jalan yang rusak. Pada tahun 2003,  panjang jalan yang rusak mencapai 165.00 km, yang artinya hanya sekitar  85% panjang jalan yang kondisinya baik. Tahun 2005 terjadi perbaikan,  panjang jalan yang rusak hanya 128.63 km, sekitar 89% jalan dalam  kondisi baik. Terjadi peningkatan sebesar 4% dari tahun 2003. Tahun  2007, panjang jalan yang rusak bertambah lagi menjadi 150.44 km, jalan  yang ada dalam kondisi baik menurun 1% menjadi 88%.
Jumlah kendaraan dari Kota Bandung  cenderung mengalami peningkatan. Pada tahun 2004 jumlah kendaraan  mencapai  699.668 kendaraan dari berbagai jenis. Pada tahun 2007, jumlah  kendaraan meningkat menjadi 822.538 atau sekitar 18%. Peningkatan  volume kendaraan sekitar 18% tidak sebanding dengan peningkatan jalan  yang hanya meningkat 1% dari tahun 2005 ke 2007. Kondisi ini jelas  berakibat kemacetan di Kota Bandung.
II. Dampak Kemacetan
![]()  | 
| Polusi Udara | 
Kemacetan berakibat kepada berbagai  aspek. Hal yang paling umum adalah keterlambatan beraktivitas, seperti  sekolah atau kerja. Perhitungan matematis akibat kemacetan bagitu besar  ruginya. Menurut, Gingin Ginanjar (Kasubbid Infrastruktur dan Prasarana  Bappeda Kota Bandung), pada jam sibuk, kendaraan di Kota Bandung hanya  mampu bergerak 15.71 km/jam dan itu mengakibatkan uang terbuang di jalan  sebesar Rp. 2.46 Triliun serta menyumbangkan 66.34% emisi gas buang  transportasi.
Pernyataan Gingin dapat dipahami.  Penggunaan bahan bakar menjadi tidak efektif karena digunakan pada  kecepatan lambat atau bahkan diam. Kondisi udara di jalan pun tidak  segar lagi seperti dahulu. Walaupun menurut Riza Wardana (Ketua Badan  Pemerhati Lingkungan Hidup Kota Bandung) kualitas udara masih ada di  bawah ambang batas normal. Tetapi dengan kondisi alat ukur kualitas  udara yang rata-rata sudah rusak, sudah seharusnya diperhitungkan  kembali. 
![]()  | 
| Stres akibat kemacetan | 
Bis yang mengeluarkan gas buangan yang hitam pekat dan banyak,  tidaklah sedikit, ditambah banyaknya kendaraan lain yang turut  menyumbangkan gas buangannya. Pertambahan jumlah pohon pun tidak  sebanding dengan pertambahan kendaraan bermotor. Kondisi yang ada justru  berbanding terbalik. Jumlah pohon cenderung berkurang sementara  kendaraan bermotor cenderung terus bertambah. Akibatnya udara kotor  karena jumlah pohon semakin sedikit.
Selain itu, aspek psikologis pengguna jalan juga menjadi terganggu. Kondisi macet ketika akan bepergian tentu membuat jengkel para pengguna jalan. Akibatnya tempramen pengguna jalan cenderung tinggi akibat stress di jalanan. 
B. SOLUSI KEMACETAN DI KOTA BANDUNG
I. Solusi Jangka Pendek
Solusi ini berlaku mengurai kemacetan  dengan cepat sampai terwujudnya solusi jangka panjang. Dinas perhubungan  yang dalam hal ini terkait langsung memulai pemecahan masalah dengan  membenahi badan jalan yang biasa dipakai sebagai lahan parkir.  Penertiban juga dilakukan di lahan parkir pusat bisnis, sekolah, dan  perkantoran.
Wacana untuk memajukan jam sekolah  seperti yang dilakukan oleh Pemerintah Kota Jakarta juga sempat  mengemuka. Terjadi pro dan kontra dalam wacana tersebut. Pengamat  Pendidikan dan Ketua Lembaga Advokasi Pendidikan Kota Bandung, Dan  Satriana mengungkapkan bahwa wacana tersebut tidak akan mampu  menyelesaikan permasalahan kemacetan di Kota Bandung. Menurutnya, wacana  itu memperlihatkan bahwa tugas pemkot dialihkan kepada anak-anak  sekolah, dan ini adalah wacana yang tidak cerdas. 
Gagasannya adalah  pemberlakuan sistem rayonisasi. Sistem yang memungkinkan siswa  bersekolah di sekolah yang dekat dengan tempat tinggalnya. Dengan begitu  diharapkan siswa pulang-pergi lebih mudah dan akan lebih rapi. Klaim  bahwa sekolah sebagai faktor penyebab kemacetan bisa dihilangkan. Hal  tersebut diperkuat olah pendapat pakar transportasi ITB, Ofyar Z Tamin.  Pendapatnya, dengan memajukan jam sekolah malah akan membuat siswa  membawa kendaraan sendiri. Artinya akan semakin menambah kemacetan.  Gagasannya, perlu pengalihan dari transportasi pribadi ke massal.
Pemerintah perlu menerapkan kebijakan  yang tepat dalam waktu yang singkat. Tidak bisa menunggu pembangunan  fasilitas transportasi yang sifatnya jangka panjang. Optimalisasi  petugas lalu lintas, dan persiapan yang matang seperti pembagian jalan  yang tegas perlu dilakukan. Kemacetan terus terjadi tanpa adanya solusi  jangka pendek. Jika tidak cepat masyarakat akan resah dan tidak percaya  kepada pemerintah.
II. Solusi Jangka Panjang
Pemerintah perlu melakukan terobosan  besar dalam menyikapi permasalahan kemacetan ini. Pembenahan dan  penambahan infrastruktur perlu dilakukan. Akar permasalahan kemacetan  perlu dikaji dan diberi solusi yang tepat. Penyelesaian dengan fokus  pada akibat tidaklah relevan lagi, sudah saatnya fokusnya berpindah ke  sebab atau akar masalah.
Untuk menyelesaikan permasalahan ini,  Dinas Perhubungan Kota Bandung telah melakukan riset bersama Institut  Teknologi Bandung dalam rangka memenuhi kebutuhan akan lahan parkir.  Diharapkan dengan tersedianya lahan parkir yang memadai, badan jalan  bisa bersih dari parkir liar dan jalan dapat digunakan seluruhnya.
![]()  | |
| Pasar Tradisional Terkonsentrasi di Hong Kong. Bisakah kita? | 
Pedagang kaki lima juga perlu dirapikan.  Pedagang kaki lima (PKL) sebenarnya bisa menjadi aset berharga bagi kota  jika dikelola dengan baik. Penggusuran tidak dapat menghilangkan  keberadaan PKL, alternatif yang bisa dilakukan oleh pemerintah adalah  merelokasi PKL dan menjadikannya sentra usaha rakyat. Sehingga PKL  menjadi aset yang turut menyumbangkan pemasukan kepada pemerintah kota.
Pedagang pasar yang tumpah ke jalan  merupakan simbol dari meningkatnya aktivitas ekonomi rakyat. Sama halnya  dengan PKL, penggusuran tidak bisa menyelesaikan permasalahan.  Pembangunan pasar yang nyaman, aman, dan mampu menampung para penjual  akan membuat penjual tidak lagi berjualan sampai ke jalan. Hal ini pun  merupakan potensi kota yang seharusnya dikelola dengan baik. Kemacetan  dapat terhindari, jalan dapat digunakan seluruhnya, dan pasar menjadi  rapi dan bermanfaat.
![]()  | 
| transportasi massal yang nyaman | 
Aspek yang paling penting adalah  mengurangi laju pertumbuhan kendaraan. Sebab meningkatnya volume  kendaraan adalah tidak tersedianya transportasi massal yang aman dan  nyaman. Perbaikan terhadap transportasi massal wajib untuk dilakukan.  Trans Metro Bandung merupakan alternatif yang baik. Damri juga perlu  mengoptimalkan armadanya dengan memberikan bis yang baik dan nyaman.  Dinas perhubungan juga perlu merapikan angkutan kota (angkot) sehingga  tidak lagi ngetem di mana saja yang sudah tentu merugikan pengguna angkot dan pengguna jalan lain.
![]()  | 
| Fly Over salah satu solusi kemacetan | 
Jika tidak ada transportasi massal yang  representatif maka volume kendaraan akan terus meningkat. Hal itu tidak  mampu diimbangi penambahan jalan. Alternatif yang telah diusahakan oleh  pemerintah kota adalah dengan membangun jalan laying di beberapa titik,  seperti Cimindi, Kiaracondong, dan Pasupati.
Menurut Gingin, Bappeda telah mempersiapkan masterplan transportasi  sehingga tercipta sistem transportasi yang aman dan nyaman. Aspek  nonfisik juga perlu diperbaharui, seperti manajemen lalu lintas,  pelayanan transportasi umum, pendanaan, pengaturan, kelembagaan, dan  perilaku pengguna jalan, sebagai pendukung aspek fisik. Jika keduanya  mampu berjalan dengan baik maka harapan reformasi transportasi Kota  Bandung dapat terwujud.
Solusi jangka panjang yang utama adalah perbaikan mentalitas masyarakat. Dalam hal ini, masyarakat haruslah mengerti dan peka terhadap persoalan-persoalan sosial dan lingkungan di sekitarnya. Tampaknya apatisme masyarakat sudah semakin tinggi. 
![]()  | 
| Shibuya, Tokyo Jepang. Orang semua?! | 
Ada seorang guru yang mengeluarkan pernyataan sangat menyentil. Pernyataannya kurang lebih seperti ini "kok rakyat kita begitu gemar membeli motor-motor dan mobil-mobil Jepang, Cina, dll padahal di negara asal si mobil dan si motor itu rakyatnya kebanyakan berjalan kaki, bersepeda, dan berkendaraan umum." Pernyataan tadi menyiratkan makna bahwa selain infrastruktur transportasi, aspek mentalitas masyarakat pun perlu dibangun. Paling tidak pemerintah bisa menstimulusnya dengan berbagai cara.
![]()  | 
| Jalur Sepeda perlu dirawat dan diperluas | 
Peningkatan kualitas transpotasi massal bisa menjadi salah satu pemancingnya. Selain itu, kampanye penghematan bbm dan anjuran penggunaan sepeda yang dikeluarkan oleh Kementrian ESDM juga sangat membantu mengubah persepsi masyarakat terhadap transportasi. Pembuatan jalur sepeda dan perawatannya merupakan langkah nyata selain para pejabat juga memberikan contoh dengan bersepeda atau berkendaraan umum dalam aktivitasnya. 
Komunitas pesepeda seperti KosKas Bandung, B2W Bandung, B2W Indonesia harus diapresiasi atas upaya positif mereka. Mungkin tidak ada salahnya pemerintah pun turut serta membuat saluran-saluran aspirasi publik lainnya sebagai suatu masukan bagi pemerintah dalam membuat kebijakan terkait transportasi.  
SIMPULAN
Kemacetan di Kota Bandung disebabkan oleh  banyak faktor. Dari sekian banyak faktor, terdapat lima faktor utama,  yaitu penyempitan jalan akibat dari kurangnya lahan parkir, pedagang  kaki lima, pasar tumpah, dan angkutan kota yang menunggu penumpang di  sembarang tempat. Faktor utama lainnya adalah volume kendaraan lebih  besar dari pada panjang jalan. Akibatnya, aktivitas keseharian  masyarakat menjadi terhambat. Kerugian materi akibat penggunaan bahan  bakar yang tidak optimal, dan polusi yang merusak kesehatan masyarakat.
Pemerintah Kota Bandung terus berupaya  menyelesaikan masalah tersebut. Berbagai kebijakan yang sifatnya jangka  pendek terus dikeluarkan. Diantaranya penertiban kendaraan yang parkir  di badan jalan, optimalisasi petugas lalu lintas. Untuk solusi jangka  panjang perlu pembangunan dan pengoptimalan infrastruktur. Aspek  nonfisik pun perlu dipersiapkan demi terciptanya transportasi yang aman  dan nyaman bagi masyarakat Kota Bandung.
Perlu peran serta pemerintah dan masyarakat untuk mengatasi kemacetan di Kota Bandung ini. Jika bukan kita yang memulai siapa lagi? Ayo pulihkan Kota Bandung! 
Daftar Pustaka:
Bandung. BPS. 2004.
Bandung Dalam Angka 2003.Bandung.
Bandung Dalam Angka 2003.Bandung.
Bandung. BPS. 2006.
Bandung Dalam Angka 2005.Bandung.
Bandung Dalam Angka 2005.Bandung.
Bandung. BPS. 2008.
Bandung Dalam Angka 2007.Bandung.
Bandung Dalam Angka 2007.Bandung.
Lubis, Nina H.2008.
Metode Sejarah. Bandung: Satya Historika.
Metode Sejarah. Bandung: Satya Historika.
Sumber Internet:
http://bandung.pro3rri.com/index.php?option=com_content&task=view&id=4746&Itemid=46 (Diakses pada Minggu 21-11-10, 18.12)
http://jurnalbandung.com/index.php?option=com_content&view=article&id=14:penyebab-kemacetan-di-bandung&catid=5:bandung-raya&Itemid=2 (Diakses pada, Minggu 21-11-10, 18.45)
http://jurnalbandung.blogspot.com/2010/11/solusi-kemacetan-di-bandung.html (Diakses pada Minggu 21-11-10, 20.07)
http://nusantara.tvone.co.id/berita/view/19561/2009/08/05/kerugian_kemacetan_bandung_capai_rp246_triliun_setahun/ (Diakses pada Minggu 21-11-10, 17.51)
http://www.antarajawabarat.com/lihat/berita/27625/dishub-bandung-kaji-32-poin-penyebab-kemacetan (Diakses pada, Minggu 21-11-10, 18.38)
http://www.rribandung.info/index.php?option=com_content&task=view&id=4595&Itemid=46 (Diakses pada Minggu 21-11-10, 18.16)
Sumber Gambar:














No comments:
Post a Comment