Monday 21 May 2012

KARYA SEJARAH MARITIM INDONESIA

KARYA SEJARAH MARITIM INDONESIA
RINGKASAN DAN ANALISIS BUKU


IDENTITAS BUKU
Judul : Makassar Abad XIX; Studi Tentang Kebijakan Perdagangan Maritim
Pengarang : Edward L. Poelinggomang
Tahun Terbit : 2002
Penerbit : KPG

RINGKASAN
Makassar

Pada masa prakolonial, terdapat banyak pelabuhan yang menjadi pusat perdagangan di wilayah Nusantara. Satu diantara pelabuhan-pelabuhan itu adalah Makassar. Makassar tidak begitu saja menjadi kota pelabuhan besar. Sebelum abad ke-16, Makassar belum menjadi pelabuhan besar. Transformasi Makassar menjadi pelabuhan besar dimulai dari tahun 1510, ketika Ibukota Kerajaan Gowa dipindahkan dari Tamalate ke Makassar. 



Perpindahan ini berdampak pada perekonomian kerajaan, yang semula agraris menjadi perdagangan. Lahirnya Bandar Makassar merupakan gabungan dari dua Bandar milik Kerajaan Tallo dan Gowa, keduanya bergabung dan membentuk satu pemerintahan yang kemudian melakukan perluasan wilayah di Sulawesi Selatan.

Makassar 1750
Dalam rangka perluasan wilayah, Raja Gowa, Karaeng Lakiung Tunipalangga Ulaweng (1546-1565) menaklukkan kerajaan-kerajaan di wilayah Sulawesi Selatan. Akibatnya, Makassar menjadi bandar besar tunggal di wilayah Sulawesi Selatan. Kapal-kapal asing banyak berlabuh di Makassar karena selain bandar tunggal, lokasinya sangat strategis. 


Pada abad ke-17, pedagang asing diperkenankan membangun perwakilan dagang di Makassar, begitu pula sebaliknya. Situasi aman dan damai ini mulai terganggu sepanjang tahun 1615 sampai 1655. VOC yang juga turut berdagang, memaksakan hak monopoli perdagangan, tentu saja hal ini ditolak oleh Sultan Gowa. Puncaknya pada 1655-1669 pecah perang Makassar, Kerajaan Gowa yang saat itu dipimpin oleh Sultan Hasanuddin terpakasa menyerah pada tahun 1667 dengan menandatangani Perjanjian Bongaya. 


Sultan Hasanudin
Konsekuensinya kekuatan dan kekuasaan VOC di Makassar semakin nyata, kantor-kantor perwakilan dagang asing dibubarkan untuk menjamin monopoli VOC berjalan lancar. Pada 1669, Sultan Hasanuddin kembali melakukan perlawanan tetapi dapat dipatahkan oleh VOC. Perjanjian di Binanga pun dibuat untuk menegaskan Perjanjian Bongaya.

Kekuatan VOC di Makassar sangat dipengaruhi oleh keadaan politik Belanda di Eropa. Rivalitas antara Belanda dengan Inggris terjadi juga di wilayah koloninya. Makassar yang dikuasai VOC bersaing dengan Singapura yang dikuasai Inggris. Singapura yang mempraktekkan perdagangan bebas lebih maju dibandingkan dengan Makassar yang menganut merkantilisme. 


Kekuasaan VOC di Nusantara berakhir pada 1799, kemudian diteruskan oleh kekuasaan imperial Belanda yang membentuk Hindia-Belanda. Kondisi Belanda yang tidak bagus di Eropa, membuat Inggris menguasai Nusantara sepanjang 1811-1816 di bawah T.S. Raffles. Belanda mulai bangkit dan membuat Inggris mengembalikan Hindia-Belanda sesuai konvensi Inggris, sebagai gantinya Belanda harus menjalankan perdagangan bebas. Pelaksanaan perdagangan bebas sebagai konsekuensi pengambilalihan Hindia-Belanda dari Inggris tidak dijalankan. Sampai pada tahun 1924, Inggris kembali mendesak melalui Traktat London untuk mempertegas Konvensi London.

Pada tahun 1847, Hindia-Belanda kembali menetapkan Makassar sebagai pelabuhan terbuka. Pemerintah Hindia-Belanda tidak membuka sepenuhnya, banyak aturan yang diberlakukan. Aturan-aturan tersebut antara lain, pajak perdagangan yang tinggi, pelarangan komoditas tertentu (senjata), dan menetapkan aturan pelayaran yang ketat. Upaya ini dilakukan untuk melindungi Batavia sebagai pusat ekonomi. 


Ilustrasi: Pelabuhan
Kebijakan ini menuai protes dari perusahaan dagang yang ada di Hindia-Belanda, mereka menyayangkan pemberlakukan aturan tersebut. Setelah bertahan sebagai pelabuhan terbuka selama 59 tahun, pemerintah Hindia-Belanda menjadikan Makassar sebagai pelabuhan tertutup lagi. Akibatnya, tidak ada kapal dagang asing yang singgah disana. Sementara itu Singapura menjadi pusat perdagangan internasional seperti Makassar pada abad ke-17.

IDENTITAS BUKU
Judul : Orang Laut Bajak Laut Raja Laut; Sejarah Kawasan Laut Sulawesi Abad XIX
Pengarang : A.B. Lapian
Tahun Terbit : 2009
Penerbit : Komunitas Bambu


RINGKASAN

"Kehidupan Laut"
Laut merupakan bagian penting bangsa ini. Banyak orang yang menggantungkan hidupnya pada laut. Kegiatan tadi tidak terjadi pada masa kini saja, tetapi sudah terjadi sejak lama. Terdapat suku-suku yang menghabiskan waktu hidupnya di laut. Mereka membangun pemerintahan dan di dalamnya terdapat dinamika sosial. Karya A.B. Lapian membahas mengenai hal itu dengan fokus di wilayah laut Sulawesi Abad XIX. Dalam buku ini dijelaskan bahwa terdapat tiga tipe kekuatan bahari, yaitu Orang Laut, Bajak Laut, dan Raja Laut.

Orang Laut merupakan tipe terkecil dari ketiga tipe kekuatan bahari. Orang Laut terbatas pada tempat tinggalnya dan secara sosio-politis struktur dan organisasinya masih sederhana. Kesederhanaan itu dikarenakan Orang Laut merupakan kekuatan terkecil, seringkali bergesekan dengan kekuatan Bajak Laut atau Raja Laut. 


Orang Laut memiliki dua pilihan untuk menghadapi gesekan tersebut, yaitu memilih untuk bekerja sama, artinya mereka masuk ke lingkaran Bajak Laut atau Raja Laut. Bentuk kerjasamanya dapat berupa barter barang-barang kebutuhan atau terlibat dalam ekspedisi laut yang dilakukan oleh Bajak Laut atau Raja Laut. Pilihan yang kedua adalah pindah ke tempat lain. Konsekuensinya tempat tujuan akan kian berkurang, akibatnya Orang Laut hanya mendiami tempat seadanya, seperti pulau batu karang.

Bajak Laut :D
Bajak Laut merupakan kekuatan bahari yang berada diantara Orang Laut dan Raja Laut. Bajak Laut dapat dibagi menjadi dua, yaitu Bajak Laut murni penjahat dan Bajak Laut yang merupakan gerakan perlawanan terhadap tiran. Pelabelan Bajak Laut sendiri sangat subjektif. Penguasa asing seringkali (Raja Laut Asing) memberikan label tersebut. 


Terlepas dari pelabelan tersebut, ada hubungan yang terjalin di antara Bajak Laut dengan Raja Laut, seperti peran Bajak Laut yang menangkap Orang Laut untuk dijadikan budak, kemudian diserahkan kepada Raja Laut untuk menjamin ketersediaan tenaga kerja. Bajak Laut dapat menjadi Raja Laut ketika Raja Laut dalam kondisi lemah.

Raja Laut merupakan kekuatan yang legal di lautan. Raja Laut pada mulanya adalah pribumi tetapi pada masa kolonialisme digantikan oleh Raja Laut asing. Hal ini terjadi karena Raja Laut asing memiliki teknologi yang lebih maju daripada Raja Laut pribumi. Raja Laut asing pula yang menamakan setiap perlawanan laut kepadanya dilakukan oleh Bajak Laut. Di sisi lain, Raja Laut membutuhkan Bajak Laut untuk menjamin ketersediaan tenaga kerja.

ANALISIS

Raja Laut
Benang merah kedua karya ini adalah kemaritiman. Pada karya pertama, dijelaskan mengenai Kerajaan Gowa yang memiliki kekuatan perdagangan maritim di pelabuhan Makassar. Pembangunan Makassar menjadi pelabuhan besar dilakukan dengan menaklukkan pelabuhan-pelabuhan lain di Sulawesi Selatan. Dampaknya, Makassar menjadi pelabuhan besar tunggal di Sulawesi Selatan. Namun, kondisi menjadi buruk ketika VOC mengambil alih Makassar. Bagitu pula pada masa pemerintahan Hindia-Belanda, kebijakan-kebijakan yang ketat dan kontra perdagangan bebas menuai protes dari berbagai perusahaan dagang. Akibatnya, Makassar menjadi lemah dan tertinggal jauh dari saingannya Singapura.

Karya kedua menjelaskan mengenai stratifikasi dan dinamikanya di laut Sulawesi abad XIX. Terdapat tiga kekuatan bahari yang ada di laut Sulawesi, yaitu Orang Laut, Bajak Laut, dan Raja Laut. Ketiganya saling berkaitan seperti dalam hal penyediaan tenaga kerja yang dibutuhkan oleh Raja Laut, Bajak Laut merupakan penyedia tenaga kerja yang diambilnya dari Orang Laut. Namun, dalam hal-hal lain ketiga kekuatan ini saling bertentangan.

Istana Kerajaan Gowa
Karya pertama dan kedua menjelaskan secara implisit mengenai pembangunan jaringan. Karya pertama menjelaskan bahwa jaringan dibangun dengan penaklukan wilayah lain di Sulawesi Selatan. Gowa tidak hanya melakukan penaklukkan tetapi juga menjalin kerjasama dengan kerajaan-kerajaan lain di Sulawesi Selatan. Pada karya kedua, dijelaskan bahwa wilayah Orang Laut begitu luas dan biasanya di tempat Orang Laut tinggal ada jejak Bajak Laut. Saya berasumsi, penyebaran Orang Laut merupakan sebuah jaringan yang apabila ditelusuri akan berkaitan dengan Bajak Laut dan Raja Laut, dalam hal ini, Saya menduga berhubungan dengan suplai tenaga kerja dan barter kebutuhan sehari-hari.

Dalam kedua karya di atas, dapat pula dilihat hubungan antara pemerintah dan pengusaha. Pada karya pertama, dijelaskan bahwa Kerajaan Gowa memperkenankan para pedagang asing untuk membangun kantor perwakilan dagangnya di Maskassar. Berdasarkan keterangan tadi, dapat dipahami bahwa hubungan Kerajaan Gowa dengan para pengusaha berlangsung baik. 


Orang Laut
Namun, ketika VOC berkuasa atas Makassar dan dilanjutkan olah Hindia-Belanda, kantor perwakilan dagang asing dibubarkan dan ditetapkan berbagai aturan yang merugikan pengusaha sehingga membuat hubungan antara pemerintah Hindia-Belanda dengan pengusaha sangat buruk. Pada karya kedua, dapat dilihat gesekan antara pengusaha dengan penguasa. Raja Laut seringkali menindas Orang Laut, sehingga Orang Laut seringkali pindah mencari tempat tinggal baru. Tetapi ada juga Orang Laut yang bertahan dan melakukan tukar-menukar barang kebutuhan sehari-hari dengan Raja Laut ataupun Bajak Laut.


Sumber Gambar:
Makassar
http://www.butikwisata.com/

Makassar 1750
http://aroelaidah.wordpress.com/

Sultan Hasanudin
http://rizkypgaus.blogspot.com/

Ilustrasi: Pelabuhan
http://www.marcorama.nl/

"Kehidupan Laut"
http://edophilia.multiply.com/

Bajak Laut
http://wedeh.wordpress.com/

Raja Laut
http://januarman.wordpress.com/

Istana Kerajaan Gowa
http://foto.detik.com/

Orang Laut
http://syaifulhalim.blogspot.com/

Monday 14 May 2012

MEMASYARAKATKAN SEJARAH

Memasyarakatkan Sejarah

Sejarah
Ilmu sejarah adalah ilmu kemanusiaan (humaniora) yang menurut Saya secara tidak sadar diekslusifkan oleh masyarakat, terutama oleh sebagian besar generasi muda bangsa ini. Tak heran rata-rata jurusan ilmu sejarah di setiap universitas yang membukanya memiliki mahasiswa yang bisa dikatakan sedikit. Hal ini terjadi karena banyak anggapan dari sebagian generasi muda kita bahwa ilmu sejarah itu berkaitan dengan buku-buku tebal dan semua itu harus dihapalkan. 


Saya rasa anggapan tersebut terus mengendap dalam memori kolektif masyarakat sehingga mengakibatkan ilmu sejarah peminatnya sedikit. Dapat dikatakan bahwa bangsa ini mengalami amnesia sejarah atas kehendaknya sendiri baik secara sadar maupun tidak sadar sehingga banyak orang yang berbicara sejarah tanpa tahu apa sejarah itu dan metodenya seperti apa.

Amnesia Sejarah
Bukti nyata bahwa bangsa ini mengekslusifkan ilmu sejarah adalah tulisan Herman Ibrahim, yang berani mengatakan bahwa sejarawan merupakan ilmu yang tidak ilmiah dan sejarah bergantung kepada penguasa. Selain itu Herman Ibrahim pun mengatakan dalam tulisannya yang berjudul “Kezaliman Dalam Penulisan Sejarah Islam” bahwa penulisan sejarah yang paling dirugikan dan terzalimi adalah penulisan sejarah islam. 

Tulisan Herman Ibrahim tadi secara resmi ditanggapi oleh sejarawan Reiza D. Dienaputra dalam tulisannya yang berjudul “Membuat Bangsa ini Melek Sejarah”. Dalam tulisannya Reiza D. Dienaputra secara sistematis menjelaskan apa itu sejarah dan bagaimana metode sejarah sehingga ilmu sejarah bisa dikatakan ilmiah. Tulisan  Reiza D. Dienaputra patut diperhatikan secara mendalam, karena benar-benar memberikan pengetahuan mengenai ilmu sejarah yang sama sekali belum diketahui oleh masyarakat awam.

Pikiran Kolektif
Membaca dua artikel tadi, memantapkan anggapan bahwa ilmu sejarah memang diekslusifkan dan terlebih lagi dikambinghitamkan oleh masyarakat. Tulisan dari Herman Ibrahim tadi tidak dapat disalahkan, karena fenomena amnesia sejarah terus mengendap dalam pikiran kolektif masyarakat tetapi di sisi lain masyarakat mulai mencari jejak masa lalunya. 

Keadaan ini sangat timpang yang mengakibatkan lahirnya orang-orang yang berbicara mengenai sejarah tanpa didasari oleh ilmunya, hal ini juga mungkin saja terjadi pada disiplin ilmu yang lain. Tulisan yang menerangkan Ilmu sejara dari Reiza D. Dienaputra, benar-benar dibutuhkan dalam kondisi ini. Para sejarawan sudah seharusnya mampu menjelaskan sejarah secara lebih ringkas dengan bahasa yang sederhana sehingga mampu mengubah pandangan masyarakat mengenai ilmu sejarah.

Pengekslusifan yang dilakukan oleh masyarakat secara sadar harus bisa dihilangkan karena sejarah,pada faktanya tidak hanya berbicara mengenai buku dan hapalan. Banyak hal-hal menarik dari sejarah yang mungkin menjadi korban anggapan negatif masyarakat. Kembali kepada artikel tadi, Herman Ibrahim adalah orang yang tertarik dengan sejarah, dan sayangnya ketertarikannya ini tidak dibarengi dengan ilmu yang menjadi inti dari ilmu sejarah sehingga dalam tulisannya terkesan emosional dan terburu-buru dalam menarik kesimpulan dan terkesan memukul rata karya sejarah dan sejarawan. 

Ahmad Mansur Suryanegara,
Salah Satu Sejarawan yang Peduli kepada Sejarah Islam Indonesia
Dalam tulisannya, memang benar bahwa sejarah Islam didiskreditkan dalam penulisan sejarah nasional tetapi jika kita peka terhadap perkembangan Islam, sebenarnya sudah banyak buku-buku yang mejelaskan mengenai sejarah Islam di Indonesia yang berusaha untuk meluruskan distorsi yang dilakukan oleh penguasa.

Benar apa yang ditulis oleh Reiza D. Dienaputra bahwa sejarawan tidak diam, dan rekonstruksi sejarah bisa dikatakan sangat dinamis, semua itu bergantung pada sumber, apabila ditemukan sumber baru yang lebih kuat maka sejarawan harus menggunakan sumber itu karena sejarawan menjunjung objektivitas. 

Dalam merekonstruksi masa lampau seorang sejarawan dalam buku pengantar ilmu sejarah karangan Kuntowijoyo seperti sedang menyusun batang korek api, susunan apa yang disusunnya itulah historiografi, sehingga dapat dikatakan bahwa sumber yang sama bisa menghasilkan rekonstruksi yang berbeda-beda tergantung kepada siapa yang menulisnya.

Sejarah tidak bisa berangkat dari sesuatu yang kepastiannya diragukan (contoh: katanya…). Hal ini sangat dihindari karena menimbulkan subjektivitas. Begitu pula dengan sejarah Islam di Indonesia, memang pelajaran sejarah dari sekolah dasar hingga sekolah menengah atas sedikit sekali menyinggung mengenai Islam. Hal itu mungkin disebabkan oleh kurangnya karya-karya penulis nasional dalam menulis sejarah Islam atau memang sengaja ditiadakan oleh penguasa.

Kesederhanaan
Pemahaman-pemahaman yang disebut dalam paragraf sebelumnya hendaknya secara berkala dengan menggunakan bahasa yang sederhana dan ringkas mulai diperkenalkan pada masyarakat.  Dengan harapan masyarakat setidaknya mengetahui gambaran mengenai sejarah dan apa yang dikerjakan oleh sejarawan serta bagaimana sejarawan bekerja, sehingga membuat ilmu sejarah menjadi ilmu yang memasyarakat dan tidak lagi diekslusifkan.

Kesimpulannya, masyarakat Indonesia mayoritas tidak memahami sejarahnya sendiri, hal ini harus segera ditanggulangi dengan cara memasyarakatkan sejarah. Langkah nyatanya adalah, penyampaian sejarah haruslah dilakukan dengan ringkas serta menggunakan bahasa-bahasa yang biasa digunakan oleh masyarakat setiap harinya. Hal tersebut dimaksudkan untuk mengakrabkan sejarah dengan masyarakat.

3 Maret 2009

Sumber Gambar:
Sejarah
http://www.readingpl.org/

Amnesia Sejarah
http://bundamahes.wordpress.com/

Pikiran Kolektif

Ahmad Mansur Suryanegara; Salah Satu Sejarawan yang Peduli kepada Sejarah Islam Indonesia

Kesederhanaan

Wednesday 9 May 2012

METODE SEJARAH DAN SEJARAH LISAN

Metode Sejarah dan Sejarah Lisan


Arti Kata

Untuk memahami metode sejarah kita harus mengetahui terlebih dahulu pengertian kata metode dan kata sejarah. Metode dapat diartikan sebagai prosedur yang sifatnya sistematis kemudian sejarah berarti rekonstruksi masa lampau. Jadi, pengertian metode sejarah adalah seperangkat prosedur yang sistematis untuk merekonstruksi masa lampau.

Berdasarkan pengertian metode sejarah, maka sudah dapat dipahami bahwa metode sejarah memiliki tahap-tahap pekerjaan yang harus dilalui oleh sejarawan dalam merekonstruksi masa lampau. Terdapat empat tahapan dalam metode sejarah, yaitu :


1. Heuristik 

Pencarian Sumber
Tahap ini merupakan tahap pertama yang harus dilakukan dalam merekonstruksi masa lampau. Sumber-sumber itu tidak datang dengan sendirinya oleh karena itu, sumber harus dicari dan dikumpulkan. Ketika kita akan merekonstruksi masa lampau, kita harus melakukan pencarian sumber, dalam pencarian sumber perlu diketahui mengenai jenis-jenis sumber. 

Sumber dapat dibagi menjadi dua yaitu sumber tertulis (dokumen, arsip, surat, buku, koran), sumber benda (foto, makam, mesjid), dan sumber lisan. Berdasarkan asal-usulnya, sumber dapat dibagi menjadi tiga (dua yang utama), yaitu sumber primer (pelaku, saksi), sumber sekunder (orang yang tidak sezaman dengan peristiwa), dan sumber tersier (karya ilmiah).

Penelusuran sumber-sumber ini dapat dilakukan di tempat yang memungkinkan seperti, perpustakaan, arsip nasional/daerah, museum, dan dokumen pribadi atau lembaga. Tentu saja, sumber yang dicari di tempat-tempat tersebut harus berkaitan dengan masa lampau yang hendak direkonstruksi.

2. Kritik

Tahap berikutnya adalah kritik atau pemilahan sumber. Sumber yang dicari dan dikumpulkan kemudian dipilah. Ada dua aspek yang harus dilihat dari sebuah sumber ketika sumber itu akan dipilah. Pertama, adalah kritik eksternal atau pemilahan berdasarkan keaslian sumber. 

Seleksi
Penentuan keaslian sumber, dapat dilakukan dengan beberapa cara, seperti melihat material sumber tersebut apakah sesuai dengan zamannya atau tidak, jika sesuai maka sumber tersebut kemungkinan besar merupakan sumber asli. Kedua adalah kritik internal atau pemilahan berdasarkan kredibilitas (tingkat kepercayaan). Pemilahan ini dapat dilakukan dengan menentukan kemauan dan kemampuan sumber dalam menyampaikan kebenaran. Jadi, dalam pemilahan kredibilitas harus dilihat dari kompetensi dan kejujuran sumber.

3. Interpretasi

Muklti Tafsir
Setelah sumber dikumpulkan dan dipilah, langkah selanjutnya adalah menafsirkan sumber. Namun, sebelumnya sumber yang telah dikumpukan dan dipilah harus mendapat dukungan dari sumber lain atau koroborasi, sehingga sumber tersebut menjadi fakta sejarah. 

Setelah ditemukan fakta sejarah, kemudian ditafsirkan sehingga setiap fakta yang ada akan terangkai dalam suatu cerita utuh yang sudah tentu kronologis. Perlu dipahami juga, penafsiran yang dilakukan dalam tahap ini tidak bebas tetapi harus sesuai dengan fakta lain yang ada.

4. Historiografi

Inilah tahap terakhir dalam metode sejarah, yaitu historiografi. Pada tahap ini, setiap fakta yang telah ditafsirkan kemudian dirangkai menjadi suatu kesatuan utuh. Hal yang harus diperhatikan adalah urut-urutan waktu kejadian. Dalam historiografi, urut-urutan waktu kejadian menjadi suatu keharusan sehingga karya yang dihasilkan sejarawan itu rapi, sesuai dengan urutan waktu tidak acak-acakan.

Perhitungan
Perlu diketahui, sebelum memulai penelitian sejarah sekaligus penggunaan metode sejarah, topik permasalahan wajib adanya. Pemilihan topik sendiri harus melalui berbagai pertimbangan, tidak bisa asal-asalan. Pertama yang harus dipertimbangkan adalah jangkauan kemampuan (manageable topic) meliputi kemampuan intelktual, biaya, dan waktu. 

Kedua, ketersediaan sumber (obtainable topic), topik yang dipilih sudah seharusnya mempertimbangkan sumber-sumbernya, tidak ada sumber topik sebagus apapun akan percuma. Ketiga, pentingnya topik tersebut diangkat, apakah pengguna hasil penelitian ini akan mendapatkan solusi terhadap masalah mereka?, apakah hasil penelitian nantinya menjadi konsumsi masyarakat atau hanya kalangan intelektual? 

Pertanyaan-pertanyaan tadi dan sejenisnya harus dijawab sebagai pertimbangan dalam pemilihan topik. Terakhir adalah menarik tidaknya topik tersebut untuk diteliti? Penentuan menarik tidaknya suatu topik untuk diteliti kembali lagi kepada penelitinya, karena penelitilah yang akan menjalankan penelitian atas topiknya itu.

Rangkuman Buku Sejarah Lisan; Konsep dan Metode

Wawancara
Sejarah lisan memiliki pengertian sebagai peristiwa-peristiwa sejarah terpilih yang terdapat di dalam ingatan hampir setiap individu manusia. Sejarah lisan, berkaitan erat dengan manusia dan ingatannya. Tidak ada sejarah lisan tanpa ingatan manusia, begitu pula sebaliknya. Hal penting yang penting untuk diketahui adalah, perbedaan antara sejarah lisan dengan tradisi lisan. 

Sejarah lisan merupakan rekonstruksi visual atas peristiwa yang pernah telah tejadi yang terdapat di dalam ingatan setiap individu manusia. Sedangkan, tradisi lisan merupakan kesaksian lisan yang disampaikan secara lisan turun temurun kontennya bukan merupakan peristiwa sejarah yang benar-benar terjadi, bisa berupa tradisi masyarakat. Sejarah lisan ini bisa merupakan sumber primer jika disampaikan oleh pelaku atau saksi, atau sumber sekunder jika bukan oleh pelaku atau saksi tetapi orang yang mengtahui suatu peristiwa.

Terdapat tiga langkah kerja, yaitu tahap persiapan, tahap pelaksanaan, dan tahap pembuatan indeks dan transkripsi. Berikut adalah penjelasan singkatnya :

1. Tahap persiapan

Tahap ini merupakan tahap awal dari tiga tahapan sejarah lisan. Pada tahapan ini, kegiatan yang harus dilakukan peneliti adalah, menentukan topik yang menarik, dan sesuai dengan kemampuan peneliti, kemudian setelah topik dipilih, peneliti menentukan pemahaman masalah bisa dengan studi pustaka atau melalui internet sebagai pengetahuan awal sebelum meneliti. Langkah selanjutnya adalah perumusan masalah, setelah pejajakan awal, maka dibuat kerangka permasalahan yang akan diteliti yang diwujudkan dalam kendali wawancara atau daftar pertanyaan.

Tentukan Waktu!
Langkah selanjutnya adalah mencari narasumber dan membuat daftar narasumber. Setelah memiliki daftar narasumber untuk diseleksi. Setelah diseleksi, saatnya membuat janji dengan narasumber mengenai kapan dan dimana wawancara akan dilakukan, sebelumnya pengenalan lapangan sangat penting demi hasil wawancara yang baik, selain itu pengenalan alat rekam juga menentukan kualitas rekaman.

2. Tahap pelaksanaan

Sebelum memulai wawancara, peneliti diharuskan untuk membuat label wawancara. Label wawancara meliputi, nama pengkisah, nama pewawancara, tanggal dan tempat wawancara, waktu wawancara dan topik atau judul penelitian.  Setelah label dibuat, maka wawancara dapat dilaksanakan. Pertama adalah pembukaan, sebelum mengajukan pertanyaan ini, ada baiknya dilakukan pembukaan yang baik dengan misalnya menanyakan kabar pengkisah atau pertanyaan-pertanyaan umum lainnya. Tujuannya adalah untuk menimbulkan suasana keakraban diantara pengkisah dengan pewawancara, sehingga diharapkan pengkisah nyaman dengan wawancara tidak seperti diinterogasi.

Dalam melakukan wawancara, pewawancara juga harus memiliki catatan kecil untuk menulis pertanyaan-pertanyaan baru yang akan ditanyakan sesuai dengan jawaban pengkisah. Pertanyaan ini akan membuat wawancara semakin luas. Setelah semua pertanyaan dijawab dan tidak ada pertanyaan baru, maka wawancara ditutup. Wawancara hendaknya tidak lebih dari satu setengah jam, karena lebih dari itu wawancara akan tidak lagi kondusif. Wawancara diakhiri dengan label penutup sama seperti label pembuka tetapi tentu jamnya akan berbeda. Setelah label selesai, surat penyataan harus ditandatangani oleh pengkisah sebagai bukti bahwa wawancara benar-benar telah dilakukan.

3. Tahap pembuatan indeks dan transkripsi

Indeks dibuat untuk mempermudah penggunaan hasil sejarah lisan. Indeks sama halnya dengan daftar isi pada sebuah buku. Disamping itu, transkripsi juga perlu dibuat untuk memudahkan penggunaan hasil sejarah lisan, Tujuannya untuk membuat orang lain atau pengguna hasil sejarah lisan dapat menggunakannya dengan musah. Oleh karena itu, transkripsi dilakukan sesuai dengan apa yang terdengar dalam alat perekam.

Daftar Sumber :
Dienaputra, Reiza D.2006.
Sejarah Lisan; Konsep dan Metode. Bandung: Minor Books.

Herlina, Nina.2008.
Metode Sejarah. Bandung: Satya Historika.

Sumber Gambar:
Arti Kata


Seleksi

Multi Tafsir

Perhitungan

Wawancara

Temukan Waktu!

Monday 7 May 2012

PENDIDIKAN DI NEGERIKU

Pendidikan di Negeriku

Ujian Nasional
Beberapa waktu lalu, para siswa kelas tiga sekolah menengah atas (seterusnya SMA) dan menengah pertama (seterusnya SMP) menempuh ujian nasional. Setelah tiga tahun menempuh pendidikan, bulan inilah mereka harus diuji untuk menentukan kululusan mereka. Ujian Nasional (UN) / Ujian Akhir Nasional (UAN) adalah ujian yang dilaksanakan serentak di seluruh Indonesia oleh pemerintah. Ada standar yang harus dicapai oleh para siswa untuk menggapai kelulusan. Standar yang sama bagi semua wilayah Indonesia.


Persiapan Menuju Ujian

Sekolah-sekolah berupaya mempersiapkan para siswanya untuk siap menghadapi UN. Pemantapan merupakan upaya umum yang dilakukan oleh sekolah dalam rangka persiapan UN. Siswa datang lebih pagi dari biasanya atau pulang melebihi biasanya. Disamping itu, siswa dan orang tuanya pun beramai-ramai mendaftarkan diri/anaknya ke bimbingan belajar (seterusnya bimbel). Sebuah pengorbanan yang luar biasa untuk meraih kelulusan.

Suasana Bimbel
Jika dijumlahkan pengeluaran siswa itu mungkin bisa mencapai lima juta rupiah artinya pengorbanan mereka tidak kecil. Ada salah satu orang tua siswa yang mengatakan bahwa anaknya yang sekolah di SMA favorit di Bandung dalam menghadapi UN dan SPMB rela mengikuti bimbel di tiga tempat sekaligus, dua diantaranya beasiswa. Terlepas dari beasiswa atau tidak beasiswa, tentu saja mengikuti tiga bimbel ditambah pemantapan yang diadakan di sekolah sangat menyita waktu dan tenaga.

Fenomena bimbel sudah umum di perkotaan. Tempat lainnya seperti yang banayak diberitakan membuat hati terkejut dan sangat miris. Seorang siswa di Papua (siswa smp) yang belajar sendiri tanpa bimbel-bimbel-an. Rumah yang sederhana dengan penerangan yang minim menjadi tempat belajarnya dalam menghadapi UN. Tidak menutup kemungkinan jumlah tersebut tinggi mengingat pembangunan di tanah kaya Papua tidak secepat pembangunan di Pulai Jawa. Bisa jadi, mayoritas siswa di wilayah Papua mengalami hal yang sama.

Begitu pula dengan sekolahnya, sangat sederhana dengan kerusakan disana-sini. Hal ini membuat kualitas pendidikan umumnya di wilayah Timur Indonesia dan khususnya Papua berada di posisi yang rendah. Keadaan ini juga mungkin saja terjadi di wilayah Barat dan Tengah Indonesia, di daerah yang terlupakan dan terpinggirkan.

Ketimpangan Pendidikan

Kisah di Timur Indonesia
Fenomena perkotaan dan pedesaan sangat berbeda dalam hal ini pendidikan. Budaya pendidikan perkotaan lebih praktis sekaligus cacat, begitu pula dengan budaya pendidikan pedesaan. Siswa di perkotaan disajikan berbagai macam pilihan belajar tambahan yang menjadikan belajar adalah hal praktis, tinggal siapkan uang Anda bisa masuk kemanapun bimbel yang mau Anda masuki. Di sisi lain, siswa kehabisan waktu dan tenaga, mereka seperti kuda-kuda yang diperas tenaganya untuk mencapai suatu tujuan.

Orang tuanya sudah tentu menghabiskan uangnya untuk anaknya itu, mereka seperti pemilik kuda yang menginvestasikan uangnya untuk memenuhi kebutuhan kuda-kudanya dalam memenangi lomba. Pertanyaannya siapa yang menyelenggarakan pertandingan lomba kuda tersebut? yang artinya mereka mendapatkan keuntungan yang luar biasa dari pemilik kuda. hhmm... menarik...

Lalu bagaimana dengan di pedesaan?, ya, dipedesaan para siswa jarang atau bahkan tidak ada yang mengikuti bimbel, mereka hanya mengikuti apa yang diberikan oleh pihak sekolah. Saran dan prasarana pendidikannya pun masih jauh tertinggal dibandingkan dengan di kota. Namun, keadaan itu tidak membuat minat dan semangat para siswa menjadi turun, bahkan bagi sebagian dari mereka itu menjadi sebuah motivasi yang tak pernah padam.

Mereka adalah kelompok yang terpinggirkan dan terlupakan (atau dipinggirkan dan dilupakan). Pertanyaannya siapa yang membuat mereka terpinggirkan dan siapa yang melupakan mereka? hhmm... sangat menarik.

Akibat...

"Open Book"
Pendidikan bangsa ini sedang sakit, perlu obat untuk menyembuhkannya. Akibat dari sakit ini sudah banyak terjadi, pihak sekolah, siswa, orang tua siswa harus menanggungnya. Apa dampaknya bagi pihak sekolah? puncak dari pendidikan sekarang ini adalah kelulusan yang artinya ada ujian yang harus ditempuh oleh peserta didik. Pelaksana teknis ujian adalah sekolah, disini lah sekolah akan diuji kredibilitasnya sebagai lembaga pendidikan. Jumlah peserta didik yang lulus ujian menjadi indikator bagus atau tidaknya sekolah itu.

Orang tua siswa akan menilai kinerja sekolah dari hal tersebut dan kemudian memilih sekolah mana yang layak dimasuki anaknya. Jika sekolah tersebut tingkat kelulusannya rendah maka otomastis jumlah pendaftar akan sedikit sebaliknya jika tingkat kelulusannya tinggi maka jumlah pendaftarnya akan membludak. Ya, orang tua siswa adalah investor pendidikan, jika jumlah pendaftar sedikit maka sedikit pula pemasukan (dalam hal materi) ke pihak sekolah, begitu pula sebaliknya.

Untuk itu sekolah mengupayakan berbagai hal demi menjaga kestabilan atau meningkatkan tingkat kelulusan sekolah. Caranya ada yang "halal" ada pula yang "haram". Cara halal, sekolah melakukan pemantapan dengan menambah waktu belajar siswa. Cara haram? ya, ada juga cara haram, tidak jarang pihak sekolah diberitakan memberikan kunci jawaban kepada siswanya yang tengah ujian melalui sms atau kertas kecil, sebelumnya oknum guru mengerjakan soal ujian kemudian pagi harinya atau malam harinya memberikan jawabannya kepada para siswanya lewat sms. Jadi, jangan heran apabila ada sekolah non unggulan siswanya lulus semua sedangkan di sekolah unggulan ada siswa yang tidak lulus.

Uang
Lalu apa dampaknya bagi pihak siswa dan orang tuanya? ya, siswa dan orang tua pun kena imbasnya. Sekali lagi mereka harus mengeluarkan biaya dan tenaga untuk bisa melewati ujian. Memang sudah seharusnya seperti itu, tetapi tidak menjadi keadilan jika mereka yang telah berkorban segalanya harus bersaing dengan mereka yang tidak serius belajar dan menjalankan ujian dengan kertas-kertas dan sms-sms jawaban. Apa artinya, mental siswa yang dibangun dalam lembaga pendidikan adalah mental-mental kekalahan. Akibatnnya lahir generasi instan dan tidak menghargai proses.

Jadi, masih relevankah ujian nasional ditengah kekacauan dan ketimpangan pendidikan?

Dekolonisasi Pendidikan

Pendidikan Dahulu Kala..
Pendidikan hanya untuk orang kaya marak didengungkan oleh masyarakat yang kecewa dengan sistem pendidikan kita saat ini. Suara rakyat ini sudah seharusnya didengar, budaya pendidikan perkotaan amat jauh berbeda dengan budaya pendidikan pedesaan. Namun, ada persamaan diantara keduanya, yaitu pendidikan akan mudah jika mempunyai uang. Jadi, pendidikan hanya dapat diakses oleh orang yang mempunyai banyak uang atau hanya sebagian kecil penduduk Indonesia.

Fenomena ini sama dengan fenomena pendidikan pada masa kolonial, pendidikan hanya untuk mereka yang berduit atau para priyayi. Jadi upaya yang harus dilakukan oleh pemerintah atau para ahli pendidikan adalah melakukan DEKOLONISASI PENDIDIKAN. Apa yang dilakukan pihak kolonial Belanda dalam dunia pendidikan di Hindia Belanda adalah haram hukumnya untuk dilakukan atau dilanjutkan oleh pemerintah Indonesia.

Kita ini sudah merdeka tetapi tampaknya hanya di atas kertas saja, pada faktanya perilaku Kolonial masih dilakukan dan dilestarikan oleh pribumi sendiri. Tindakan kolonial pada pendidikan antara lain, membatasi akses pendidikan berikut pemisahan pendidikan antara asing dan pribumi dengan berbagai kelas untuk pribumi, menggunakan pribumi yang terdidik sebagai pegawai dengan gaji rendah, dan tarif pendidikan mahal sehingga hanya sedikit orang-orang yang berpendidikan.

Pendidikan untuk Semua
Ketiga poin tadi masih terjadi dan terus terjadi dalam alam "kemerdekaan" ini. Jadi, segera Dekolonisasi Pendidikan kita karena pendidikan merupakan dasar dari kemajuan bangsa. Buka akses pendidikan untuk semua, jangan ada pembedaan dalam pendidikan, dan biaya pendidikan seharusnya ditekan serendah-rendahnya, hargai dan manfaatkan tenaga kerja terdidik untuk membangun bangsa.

Bangsa ini adalah bangsa yang besar yang sangat mungkin untuk maju, dunia pendidikan kita adalah motor dari kemajuan bangsa, buka mata, buka hati, dan buka pikiran. Belajarlah dari sejarah dan segera lakukan Dekolonisasi Pendidikan atau Bangsa ini akan menjadi anak kecil yang terjajah oleh dirinya sendiri untuk selamanya!

Sumber Gambar:
Ujian Nasional
http://skalanews.com/

Suasana Bimbel
http://www.quin.web.id/

Kisah di Timur Indonesia
http://gadry.student.umm.ac.id/

"Open Book"
http://www.smarkserdangmurni.sch.id/ 

Uang
http://m.tubasmedia.com/


Pendidikan Dahulu Kala..
http://terselubung.blogspot.com/


Pendidikan Untuk Semua
http://reynaldosiahaan.blogspot.com/

Wednesday 2 May 2012

Cerita Lucu "Alat Sekolah"

Labels


Mau buat buku tamu ini ?
Klik di sini